Leatherboard 2

Surjan dan Beskap



Busana adat Jawa merupakan salah satu model pakaian adat yang penuh filosofis kehidupan. Busana adat Jawa atau orang bilang busana kejawen penuh dengan piwulang sinandhi, kaya akan suatu ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa (Kejawen).
Ajaran dalam busana kejawen ini merupakan ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktifitas sehari – hari, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, dengan diri sendiri, maupun dengan Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta segala sesuatu dimuka bumi ini. Dan khusus untuk pakaian adat pria ini kurang lebih terdiri dari Blangkon, Surjan/beskap, Keris, Kain Jarik (Kain Samping), sabuk sindur dan canela/cemila/selop.


 
Penggunaan pakaian adat yang sekarang ini sudah jarang dilakukan atau hanya sekedar pada saat ada hajatan saja, berakibat pengetahuan tentang tata cara pemakaian pakaian adat menjadi semakin minim. Terlebih lagi kebanykan dari masyarakat sudah jarang yang memiliki sendiri seperangkat pakaian adat.
Di kota besar seperti Jakarta ini mungkin masih banyak warga keturunan Jawa yang masih bingung atau bahkan tidak tahu ada perbedaan antara pakaian adat Yogya dengan pakaian adat Solo. Sedangkan alasan kenapa harus berbeda? Bukankah kota Yogya dan Solo itu dekat, bukankah kota Yogya dan Solo itu sama-sama suku Jawa, bukankah dulunya Yogya dan Solo itu satu kerajaan? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang orang awam mungkin tidak tahu bahkan penulis pun hanya sedikit mengetahui kenapa pakaian adatnya berbeda ?
Penulis sering menghadiri pesta pernikahan adat Jawa yang diselenggarakan di Jakarta, dari yang sederhana sampai yach lumayan rumit bahkan terkesan diada-adakan dengan dalih filosofis Jawa dengan kreasi mereka sendiri. Tetapi itu hak mereka untuk menyajikan pesta pernikahan sebagai sebuah karya seni minimal untuk dinikmati keluarga sendiri. Namun kadang masih bisa ditemukan beberapa orang memakai pakaian adat gado-gado, yaitu dicampur antara gaya Yogya dengan gaya Solo, bahkan bisa jadi bagi yang bingung dipadukan dengan gaya Cirebonan atau Sunda baju takwa yang memang mirip antara satu dan lainnya.
Perbedaan pakaian adat gaya Yogya dengan gaya Surakarta berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Yogya dan Solo sekitarnya, bahwa perbedaan tersebut merupakan buah politik akibat pecahnya Kerajaan Mataram menjadi dua yakni Kasultanan Ngayogyakarta dengan Rajanya Sri Sultan Hamengkubuwono dan Kasunanan Surakarta dengan Rajanya Sri Pakubuwono. Ranah politik dapat mengakar kemasyarakat karena di dalam system kerajaan nilai loyalitas kepada Sang Raja itu tinggi sekali, hal ini juga terbukti sampai kepada hiburan rakyat semisal gaya pewayangan antara Yogya dan Solo juga turut berbeda.
Kembali ke masalah perangkat pakaian adat pria Jawa khususnya Yogya dan Solo, banyak warga keturunan Jawa dalam memilih atau menyewa pakaian adat sering tidak tahu atau bahkan sengaja mengkombinasi gaya pakaian adat Yogya dan Solo, misalnya blangkon pakai Yogya dan pakaian pakai Solo keris pakai gaya Madura dan lain sebagainya.
SURJAN
Pakaian adat pria ini merupakan pakaian adat model Yogyakarta walaupun konon katannya Surjan merupakan pakaian khas dari kerajaan Mataram sebelum terpecah menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta. Surjan awalnya diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang diinspirasi oleh model pakaian pada waktu itu dan selanjutnya digunakan oleh Mataram. Dengan pecahnya Mataram menjadi dua, maka asset kerajaan pun dibagi dua dan  kebetulan model seragam kerajaan Mataram jatuh ke kraton Yogyakarta. Kraton Surakarta yang tidak mempunyai ciri khas busana akhirnya menciptakan sendiri pakaian khasnya yaitu Beskap.


Surjan sendiri terdapat dua jenis yaitu surjan lurik dan surjan Ontrokusuma, dikatakan Surjan lurik karena bermotif garis-garis, sedangkan Surjan Ontrokusuma karena bermotif bunga (kusuma).
Jenis dan motif kain yang digunakan untuk membuat surjan tersebut bukan kain polos ataupun kain lurik buatan dalam negeri saja, namun untuk surjan Ontrokusuma terbuat dari kain sutera bermotif hiasan berbagai macam bunga.

      
Surjan ontrokusuma hanya khusus sebagai pakaian para bangsawan Mataram, sedangkan pakaian seragam bagi aparat kerajaan hingga prajurit, surjan seragamnya menggunakan bahan kain lurik dalam negeri, dengan motif lurik (garis-garis lurus). Untuk membedakan jenjang jabatan/kedudukan pemakainya, ditandai atau dibedakan dari besar-kecilnya motif lurik, warna dasar kain lurik dan warna-warni luriknya. Semakin besar luriknya berarti semakin tinggi jabatannya; atau semakin kecil luriknya berarti semakin rendah jabatannya. Demikian pula warna dasar kain dan warna-warni luriknya akan menunjukkan pangkat (derajat/martabat) sesuai gelar kebangsawanannya.
Pemakaian Surjan ini dikombinasikan dengan tutup kepala atau Blangkon dengan “mondolan” di belakangnya. Dahulu pada jaman kerajaan mondolan ini difungsikan untuk menyimpan rambut pria yang panjang biar kelihatan rapi. 

BESKAP
Nah pakaian adat pria ini merupakan pakaian adat gaya Surakarta, bentuknya seperti jas didesain sendiri oleh orang Belanda yang berasal dari kata beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan. Warna yang lazim dari beskap biasanya hitam, walaupun warna lain seperti putih atau coklat juga tidak jarang digunakan.
Selain beskap, ada lagi pakaian adat pria gaya Surakarta ini yaitu Atela. Perbedaan antara keduanya yang mudah dilihat dari pemasangan kancing baju. Pada beskap, kancing baju terpasang di kanan dan kiri, sementara pada atela, kancing baju terpasang di tengah dari kerah leher ke bawah.
Di bawah ini ada beberapa gambar yang dapat membantu Anda membedakan gaya pakaian adat pria Yogya (Kiri) dan Solo (Kanan).

 
*Sumber*
Share on Google Plus

About Unknown

Aku hanya seorang biasa. Tapi punya rasa. Dibilang biasa juga gak papa. Yang penting bermanfaat buat semua

0 komentar :

Post a Comment