Leatherboard 2

KOPERASI…, BAGAIMANAKAH CARAMU MENGHADAPI MASA DEPAN DI ERA GLOBALISASI ?

KOPERASI…, BAGAIMANAKAH CARAMU MENGHADAPI MASA DEPAN DI ERA  GLOBALISASI ?




Tantangan bagi Koperasi
Tantangan dan ancaman eksternal koperasi semakin meningkat, persaingan dengan lembaga keuangan serupa maupun Bank Perkreditan Rakyat ataupun Bank Umum serta tantangan dari  masyarakat semakin tinggi merupakan masalah yang utama  yang perlu dipertimbangkan manajemen di dalam setiap mengambil keputusan baik kepentingan intern maupun eksternal koperasi (Rediyono, 2010), hal ini membuat karyawan semakin dituntut untuk berpengalaman menghadapi situasi dan  mencari pola yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Pra-diagnosa yang diidap koperasi saat ini dapat dikategorikan ke dalam berbagai lack of atau kelemahan-kelemahan. Kelemahan pertama adalah kelemahan unsur pemimpin yang menggejala dalam krisis kepercayaan anggota. Kiranya unsur dukungan, kesadaran dan integritas anggota banyak ditentukan oleh masalah kepercayaan ini. Masalah lemahnya dukungan dan kesadaran para anggota koperasi saat ini selain menimbulkan dampak melemahnya  koperasi juga seretnya pengumpulan simpanan wajib. Kelemahan kedua menyangkut lemahnya organisasi, baik dalam hal pembagian hak dan wewenang maupun teknik organisasi/ administrasi. Langkanya manajer-manajer koperasi yang terdidik dan terampil adalah salah satu hambatan yang perlu mendapat perhatian lebih serius. Di samping itu, jiwa wirakoperasi dalam pengertian enterpreneurship, yang memiliki integritas dan wawasan luas terhadap jatuh bangunnya perekonomian Indonesia, harus lebih ditularkan kepada para manajer dan calon manajer koperasi (Abdullah, 2006).
Kelemahan ketiga adalah kelemahan keuangan. Keluhan  umum terhadap kelemahan ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila para anggota dan pengurus koperasi cukup disiplin dalam kontibusi mereka. Bidang usaha yang digarap seharusnya disesuaikan dengan kemampuan yang dapat dijangkau oleh mereka sendiri. Pada saat ini, tanggapan pemerintah yang bermaksud baik dengan mengikut-sertakan koperasi di dalam berbagai program nasional ternyata menjadi bumerang bagi koperasi sendiri, ternyata bahwa koperasi/pengurus koperasi atau pemerintah telah over-estimate terhadap kemampuan koperasi.  Bagi beberapa koperasi tawaran atau ajakan pemerintah untuk ikut menangani program nasional adalah tantangan yang sepadan, tetapi bagi yang lainnya merupakan pekerjaan besar yang menyita seluruh perhatian sehingga para anggota koperasi bengong (Abdullah, 2006).
Kita tidak perlu bertanya lag kenapa koperasi di Indonesia tidak berkembang denga baik kalau tidak mau dikatakan pada umumnya berada dalam posisi "seperti kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau", dan jangan bandingkan dengan koperasi misalnya di negara Skandinavia. Posisi "DNA" psikologis masyarakat kita pada umumnya belum mendukung unutk berkembangnua koperasi, sedangkan di negara Skandinavia  justru "DNA" psikologis sosialnya yang membuat koperasi dapat berkembang dengan baik. Masyarakat di negara Skandinavia di mana koperasi berkembang dengan subur disebabkan karena warna 'DNA' psikologis sosialnya yang dominan adalah HIJAU (memiliki arti memberikan prioritas tinggi untuk kesejahteraan manusia dan membangun consensus) . Sedangkan di Indonesia saat ini didominasi Warna Merah (memiliki arti berupaya agar memiliki kekuasaan, dan memaksakan kekuasaannya atas orang lain dan alam melalui kebebasan yang eksploitatuf). Jadi bukan masalah "pemahaman" mengenai koperasi atau kurangnya perangkat hukum atau apa pun, tetapi MEME (manifeasti dari berbagai core intelligences yang memiliki kompas untuk menentukan arah apakah memusnakan, ekspansif, pasif ataukah kooperatif terhadap sesuatu, seseorang, kelompok, masyarakay, ataupun bangsa lainnya) dari manusia pada masyakat kita pada umumnya yang belum membuat koperasi berkembang (Bahaudin, 2007).
Kalau era liberalisasi perdagangan sudah tiba, siap atau tidak siap, koperasi harus menghadapi persaingan global. Tantangan itu akan datang bukan cuma dari "saudara" sendiri, melainkan juga dari perusahaan transnasional, yang punya modal super kuat dan sumber daya manusia yang hebat. Koperasi berada pada posisi yang tidak mudah. Mengingat masih banyak masalah yang dihadapi koperasi, ya modal, ya gudang, ya sumber daya manusia, ya teknologi (Kartajaya, 1997).
Teknologi untuk Reformasi
Perlu diakui secara jujur bahwa selama ini pengembangan dan penerapan IPTEK belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam kegiatan bermasyarakat, sehingga sebagai contoh nyata adalah belum memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan industri kecil dan menengah serta koperasi sebagai salah satu pelaku dalam perekonomian bangsa kita (RISTEK, 2009).
Perbaikan teknologi yang tepat guna merupakan bagian dari kemajuan koperasi. Dengan kata lain, koperasi membutuhkan penggunan teknologi yang tepat guna untuk memanfaatkan sumber daya dan dana untuk mencapai batas margin yang diharapkan sesuai dengan biaya (Mutis, 1992).
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga menegaskan bahwa koperasi akan ketinggalan bila tidak segera melakukan inovasi di bidang teknologi informasi, khususnya dalam melayani anggotanya. Untuk meningkatkan pelayanan terhadap anggota, koperasi harus melakukan inovasi teknologi. Jika sudah melakukan hal itu, bisa meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Salah satunya Advance Cooperative Online System atau biasa disebut Artos Mobile dan mesin ATM khusus koperasi yang bisa menarik dan menyetor dana secara tunai (Julianto, 2017).
Apakah memanfaatkan TIK (Teknologi, Informasi, dan Komunikasi) mampu menempatkan koperasi menjadi pemain baru di era digital ? Jawabannya ialah harus ada beberapa fasilitas yang diberikan agar usaha mereka tidak lagi dilaksanakan berlangsung seperti biasanya. Fasiitas itu mencakup jaringan Internet agar bisa online. Prinsipnya adalah koperasi yang menggunakan TIK dalam proses bisnisnya, akan mendapat tambahan kemampuan, termasuk transaksi pembayaran secara online (online transactional payment). Hal ini adalah salah satu pendukung kemampuan bisnis untuk pembayaran, pembelian, cicilan maupun pengiriman uang atau remittance.  Selain itu, ada  beberapa hal yang memberi nilai plus bagi koperasi setelah memanfaatkan TIK. Misalnya memonitor posisi status pinjaman dan sharing modal setiap anggota. Dengan demikian kelemahan masa lalu seperti pelaporan terlambat dan tidak akurat, bisa demean mudah teridentifikasi (Munthe, 2012).
Keterbukaan dalam mengelola organisasi koperasi sangat diperlukan, selain dibutuhkan oleh manajemen juga akan mendorong terjadinya komunikasi yang terbuka antar seluruh anggota organisasi. Informasi yang efektif dapat terwujud melalui sistem pelaporan yang baik (Himawan, 2016).
Sebenarnya tanpa teknologi, bisnis tetap bisa berjalan. Yang ditawarkan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi adalah solusi yang lebih efektif dan efisien. Untuk itulah, memang diperlukan adaptasi. Harus cukup menjiwai, tanggap dan cerdas dalam mengimbangi cepatnya laju perubahan dan perkembangan teknologi (Suhartanto dan Setijadi, 2010).
Perbankan yang mendominasi jaringan konektivitas antarbank dengan seluruh sistem pembayaran, memudahkan dalam menggaet masyarakat untuk menabung, masyarakat lebih leluasa menyimpan uangnya di bank karena faktor kemudahan dalam bertransaksi Jika koperasi tak menyesuaikan diri dengan perkembangan, kata Braman, akan semakin mempersempit ruang gerak koperasi yang selama ini belum memiliki jaringan konektivitas seluas perbankan. Apalagi, tingkat kepercayaan anggota untuk menyimpan uang di koperasi sangat bergantung pada kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh koperasi (Budiman, 2017).
Pemanfaatan teknologi internet mulai menggeser paradigma pendirian unit-unit usaha koperasi. Sebagai contoh dengan teknologi e-commerce koperasi tidak lagi harus mendirikan bagungan toko secara fisik. Dengan e-commerce koperasi sudah dapat mendirikan toko (secara maya) di internet yang memiliki jangkauan (coverage) lebih luas, apalagi barang-barang yang dijual nantinya adalah barang-barang yang disukai penduduk dari negara lain. Disamping membuat situs e-commerce mestinya tak ketinggalan perlu menyisipkan company profile sebagai promosi tentang koperasi itu sendiri. Apalagi dengan memanfaat situs jejaring sosial semacam facebook sebagai media promosi, karena pada dasarnya promosi bertujuan melakukan penetrasi pasar bahkan dengan memanfaatan situs jejaring sosial pula dapat dilakukan market research. Metode-metode pembayaran online seperti e-banking, paypal, liberty reserve dll menjadikan bisnis di internet semakin disukai (Abadi, 2015).
Dengan menjangkau pasar yang lebih luas harapannya adalah peningkatan pendapatan koperasi, jika peningkatan pendapatan telah terpenuhi berikutnya adalah peningkatan kualitas, bila rangkaian ini telah didapatkan maka kesejahteraan anggota dan pengurus koperasi dengan sendirinya akan terpenuhi. Dengan terpenuhinya kesejahteraan anggota dan pengurus juga akan meningkatkan perekonomian itu sendiri (Abadi, 2015).


Peluang yang Harus Terus Dimanfaatkan
Industri digital yang tumbuh semakin pesat membuat Industri ini menjadi lahan yang sangat potensial untuk pertumbuhan ekonomi digital yang sangat pesat. Bisa dibilang industri ini membuka lebar potensi-potensi industri yang sehat dan kompetitif yang bisa meningkatkan nilai tambah karena melalui proses komersialisasi yang tidak mengenal batasan jarak. Selain itu platform digital juga menawarkan ekonomi inklusif yang bisa memberikan manfaat serta peluang-peluang bagi setiap pelaku dalam rantai nilai (Merina, 2016).
Produk digital bisa menjangkau ke setiap orang yang terhubung dengan Internet. Sudah begitu, lewat Internet, replikasi untuk menghasilkan produk baru sangatlah mudah karean hanya butuh melakukan digital copy. Alhasil, mencapai citical mass di dunia peranti lunak sebenarnya akan jauh lebih cepat dibanding industri manufaktur konvensional. Dan, di industri ini tidak perlu pabrik berikut mesin-mesin yang maha besar untuk melakukannya. “Pabrik-pabrik” itu hanya memerlukan komputer dan server yang bisa diletakkan di dalam kamar atau garasi, dan bisa dipindah dengan mudah. Simpel (Pambudi, 2010).
Untuk mengambil contoh startup lokal, kita patut melirik startup SCOOP. Startuo ini merupakan aplikasi baca majalah digital. Layanan premium dari SCOOP menerapkan “all you can read” dengan membayar harga tetap sebesar Rp 49.900,00 per bulan sehingga para pengguna bisa membaca ke seluruh edisi majalah yang ada di SCOOP. Saat ini pengguna aplikasi bisa membaca sekitar 200 judul majalah dari 50 penerbit ternama di Indonesia, seperti grup Kompas Gramedia, Tempo, MRA, dan sebagainya. SCOOP bisa diunduh gratis melalui Android atau iOS. Selain majalah, Anda bisa juga membaca buku dan koran dalam format digital melalui aplikasi SCOOP. Saat ini, bila ditotal seluruh konten digital yang bisa dibaca telah melebihi dari 50.000 edisi digital dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, India, dan buku-buku  terbitan Amerika. Dengan harga tetap yang terjangkau, startup ini membuat semua orang bisa membaca sepuasnya semua dengan harga secangkir kopi di mal. Model harga tetap, tetapi pengguna mendapatkan akses tidak terbatas pada konten digital telah banyak digunakan di dunia musik, video, software, dan dipercaya akan menyentuh sektor lainnya di industri digital, termasuk salah satunya konten majalah, buku atau koran format digital yang disediakan oleh SCOOP (Ramdhan, 2016).
Menurut data dari Dailysocial.id, tahun 2015 SCOOP telah memiliki 1,6 juta pelanggan dan rata-rata pengguna aktif membayar Rp 700.000,00 per tahun  untuk langganan majalah yang disukainya.
Selain itu pertumbuhan industri global yang tumbuh sangat pesat sehingga bisa masuk ke dalam setiap lapisan masyarakat di seluruh dunia. Tak hanya itu kemajuan teknologi dan kekuatan finansial dan industri global sudah mampu menyaingi sebuah negara. Melihat kenyataan tersebut membuat peluang serta potensi di Indonesia bisa lebih cepat dan lebih mudah terserap oleh kekuatan industri global tersebut dibandingkan dengan memberi nilai tambah bagi bangsa.  Tak hanya itu membangun industri digital Indonesia pun bisa menjadi kekuatan ekonomi bangsa yang memerlukan upaya kolektif serta holistik dari setiap pelaku digital di Indonesia. Hal tersebutlah yang melatar belakangi para pelaku kepentingan di Industri digital untuk membentuk koperasi digital (Merina, 2016). 
Di Indonesia sendiri sudah ada DIGICOP,  koperasi digital pertama di Indonesia yang digagas oleh  Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).  
Ada tiga pilar yang menjadi alasan dibentuknya koperasi ini. Yaitu pasar, telenta dan entreprenuership. Untuk pasar, Indonesia dinilai memiliki potensi yang bisa menjadi sebuah kekuatan, sedangkan untuk talenta, Indonesia masih kekurangan untuk merealisasikannya. Semua itu diharapkan turut membantu pertumbuhan entrepreneurship di Indonesia.  Koperasi Digital akan memfokuskan diri pada tiga bidang, yakni perangkat, jaringan, dan aplikasi. Khusus untuk bidang perangkat,  Koperasi Digital  memiliki brand perangkat smartphone sendiri yang memprioritaskan aplikasi-aplikasi lokal (Riadi, 2016).
Sebelum adanya Koperasi Digital yang dibentuk tahun 2016, di kota Cimahi tahun 2002, para aktor UMKM membentuk Asosiasi Kreatif  Cimahi (Cimahi Creative Association) telah menjalain hubungan dengan berbagai pihak untuk mengembangkan subsector industry kreatif digital. Asosiasi ini bahkan telah berhasil mendorong tataran mikro dengan lahinya sejumlah komunitas dari para pelaku UMKM di bidang teknologi informasi, seperti Digital Cimahi Creative Association dalam mencipatkan Java Community (Siedun Mobile), Chios (Remastering Chios Vrontados), dan karya animasi (Fitriati, 2015).
Dilihat  dari  segi  konsumen,  Indonesia   juga merupakan pasar yang sangat potensial. Sebagai    negara    dengan    jumlah    populasi    terbanyak   ke-4   di   dunia,   kekuatan   pasar domestik    tentu    tidak    dapat    dipandang    sebelah    mata.    Terlebih,    pendapatan    per    kapita  yang  dimiliki  masyarakat  Indonesia  menunjukan tren yang selalu positif meningkat sejak tahun    2006. Industri digital tentu akan semakin bergairah dengan  kondisi ini. Pertumbuhan kelas menengah juga tidak dapat dikesampingkan. Bank Dunia mencatat bahwa Indonesia telah        mengalami pertumbuhan  kelas  menengah  yang  begitu  fantastis  sejak  krisis  moneter  tahun  1998.  Pertumbuhan  kelas  menengah  ini  diprediksi  akan  terus  meningkat  hingga  tahun  2030  dengan populasi sebanyak 141 juta jiwa (Wirabrata, 2016).
Dukungan dari pemerintah sangat dibutukan agar industri digital Indonesia bisa mengatasi ketertinggalan oleh negara lain. Penetrasi Internet harus bisa ditingkatkan dengan cepat. Tidak hany terfokus di Pulau Jawa, tapi juga harus tersebar di daerah lain di Indonesia. Pemerintah juga harus memulai membuka jalan dan memberikan berbagai insentif agar industri digital ini bisa tumbuh dan mendapat akses pendanaan (Riyanto et al., 2016).

Koperasi di Masa Depan
Untuk dapat berkiprah dengan sukses di lingkungan bisnis yang begitu kompleks, dalam dunia bisnis perlu bekerja dengan memanfaatkan banyak pengetahuan dan intuisi yang dapat digunakan untuk menerawang ke masa depan dengan jernih. Untuk berhasil, manajemen perusahaan (koperasi) biasanya juga perlu membina kerja sama untuk mengelola pengetahuan dengan baik, artinya mampu mengembangkan kerja sama sinergistik dalam rangka memanfaatkan pengetahuan untuk memecahkan berbagai isu yang dihadapi saat ini serta mampu memperbarui pengetahuan yang dikuasai secara berkesinambungan untuk menghadapi tantangan masa depan. Kreativitas dan inovasi menjadi kunci keberhasilan membangun keunggulan koperasi, bukan lagi efisiensi dan pengendalian ongkos seperti pada masa lalu. Pada masa depan, koperasi yang berhasil adalah yang mampu mengembangkan keunggulan kreatifnya melalui kerja sama yang cerdas, bukan koperasi yang hanya mampu bersaing dalam harga dan kualitas (Hartanto, 2009).
Langkah yang terbaik untuk kemajuan koperasi di masa depan adalah mencari model terbaik atau dengan benchmarking (mencari pembanding). Langkah ini penting untuk mendapatkan masukan dan cara-cara praktis dari pada harus mencoba-coba (try and error). Dalam mencari modal, daapt menggunakan formulasi yang sudah mafhum di kalangan para pebisnis yaitu ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) , sehingga bisnis koperasi memiliki nilai tambah (value added) dibandingkan yang lain, tidak sekedar meniru dan tidak ada bedanya (Muhammad, 2005).
Korea berhasil karena mencontoh kreativitas bangsa Jepang. Tidak ada salahnya belajar dari bangsa lain, jika dapat membuat kita lebih pandai (Seng, 2007).  Oleh karena itu, kita ambil kreativitias  Alibaba sebagai teladan.
Konsep yang diterapkan Jack Ma pada Alibaba sebenarnya sangat sederhana. Alibaba menfokuskan diri pada pengembangan produk-produk UKM di kawasan China. Dengan demikian, Alibaba tidak mengadaptasi konsep e-commerce yang dikembangkan oleh  perusahaan-perusahaan barat melainkan mencoba untuk mengedepankan kualitas produk lokal dan kemudahan transaksi (Parikesit, 2016).
Didirikan pada tahun 1999 oleh Ma Yun (Jack Ma). Pada tanggal 31 Maret 2009, Alibaba.com telah memiliki 40 juta pengguna yang terdaftar. Spesialisasinya dalam bisnis perdagangan antara penjual dan pembeli pada lebih dari 240 negara dan teritori di seluruh dunia (Timothy, 2009).
Sebagai seorang CEO, Jack Ma telah menghabiskan sebagian besar waktunya pada tiga wilayah utama, yakni visi/misi/strategi, pelanggan, dan karyawan. Dengan kata-kata yang jelas dan konsisten, Jack Ma berhasil para kandidat terbaik untuk bergabung di Alibab. Prinsip Ma adalah “jangan bekerja untuk rekan Anda, tetapi bekerjalah untuk mimpi-mimpi mereka”. Di samping itu, pahamilah apa yang diinginkan oleh pelanggan, bukan tindakan-tindakan pesaing. Pemahaman akan kebutuhan konsumen telah membantu Alibaba untuk mengembangkan dasar rencana bisnis dan berfokus pada mimpi  mereka (Pohan, 2010).

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa Indonesia butuh E-COMMERCE seperti Alibaba yang sangat mengayomi para pelaku UKM khususnya mereka yang bercita-cita menggunakan koperasi sebagai perahu menuju kesuksesan dan kemakmuran.
Selain  e-commerce, koperasi  diharapkan dapat mengakses pembiayaan dari perbankan untuk membantu kebutuhan permodalan. Koperasi juga butuh payung perlindungan berupa regulasi pemerintah  dan pembinaan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi.
Kedua belah pihak, baik itu penjual maupun pembeli, punya status yang sama, dan diperlakukan sejajar. Inilah satu contoh konkret horizontalisasi pasar di dunia New Wave, dunia yang serba horizontal, di mana semua pihak, penjual, pembeli, dan konektor, bisa hidup senang. Penjual merasa senang bias menjangkau dunia tanpa batas sehingga bisa mendapatkan harga yang paling tinggi.  Sedangkan pembeli merasa punya keleluasan  untuk memilih berbagai penawaran dari mana pun untuk mendapatkan harga yang terbaik juga. Semua itu terjadi karena adanya teknologi yang mendorong horizontalisasi, politik, legal, dan tatanan regulasi menjadi semakin horizontal, ekonomi menjadi semakin horizontal, dan gaya hidup dan sosial budaya masyarakat juga semakin horizontal (Kartajaya dan Darwin, 2010).












DAFTAR PUSTAKA
Abadi, K. H. 2015. Manfaat ICT di Dunia Koperasi. <http://newsim.ubaya.ac.id/manfaat-ict-di-dunia-koperasi/>. Diakses tanggal 6 Juni 2017.
Abdullah, B. 2006. Menanti Kemakmuran Negeri : Kumpula Esai tentang Pembangunan Sosial Ekonomi Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Bahaudin, T. 2007. Brainware Leadership Mastery. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Budiman, A. 2017. Koperasi Didorong Terapkan Teknologi Finansial. <http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2017/01/10/koperasi-didorong-terapkan-teknologi-finansial-390216>. Diakses tanggal 6 Juni  2017.
Fitriati, R. 2015. Menguak Daya Saing UMKM Industri Kreatif : Sebuah Riset Tindakan Berbasis Soft Systems Methodology. Pustaka Obor. Jakarta.
Hartanto, F. M. 2009. Paradigma Baru Manajemen Indonesia : Menciptakan Nilai dengan Bertumpu pada Kebajikan dan Potensi Insani. PT Mizan Pustaka. Bandung.
Himawan, A. 2016. Pengawasan Koperasi Harus Mulai Libatkan Teknologi Informasi. <http://www.suara.com/bisnis/2016/09/08/153056/pengawasan-koperasi-harus-mulai-libatkan-teknologi-informasi>. Diakses tanggal 6 Juni 2017.
Julianto, P. A. 2017. Menkop: Jika Tak Gunakan Teknologi Informasi, Koperasi Akan Tertinggal.  <http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/05/14/210000326/menkop.jika.tak.gunakan.teknologi.informasi.koperasi.akan.tertinggal>. Diakses tanggal 6 Juni 2017.
Kartajaya, H. 1997. Siasat Bisnis : Menang dan Bertahan di Abad Asia Pasifik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kartajaya, H. dan W. Darwin. 2010. Connect ! : Surfing New Wave Marketing. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Merina, N. 2016. Digicoop, Koperasi Digital yang Menguntungkan. <http://goukm.id/digicoop-koperasi-digital/>. Diakses tanggal 7 Juni 2017.
Muhammad, S. 2005. Kaya Tanpa Bekerja. Republika. Jakarta.
Munthe, M. G. 2012. KOPERASI Manfaatkan Teknologi Informasi.  <http://bandung.bisnis.com/read/20120220/34239/146913/koperasi-manfaatkan-teknologi-informasi>. Diakses tanggal 6 Juni 2017.
Mutis, T. 1992. Pengembangan Koperasi : Kumpulan Karangan. Grasindo. Jakarta.
Pambudi, T. S. 2010. Riding the Wave: Strategi Andal: Menaklukkan Industri Software. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Parikesit, S. 2016. Untold Story Jack MA, Pendiri Alibaba.com: No.1 Richest Billionaires In China. Banana Books. Jakarta.
Pohan, A. H. 2010. Be A Smart leader : Rahasia di Balik Keputusan CEO dan Manajer Hebat. Pustaka Grhatama. Yogyakarta.
Ramdhan, H. E. 2016. Startup Business Model : 50 Model Bisnis dari 100++ Startup Lokal & Mancanegara. Penebar Plus+. Jakarta.
Rediyono. 2010. Putra Bangsa : Berani Berlayar di Tengah Badai Krisis. Family Press. Samarinda.
Riadi, Y. 2016. Koperasi Digital Pertama di Indonesia Hadir di Hari Kemerdekaan. <http://selular.id/news/2016/06/koperasi-digital-pertama-di-indonesia-hadir-di-hari-kemerdekaan/>. Diakses tanggal 9 Juni 2017.
RISTEK. 2009. Sains & teknologi: berbagai ide untuk menjawab tantangan dan kebutuhan, Volume 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Riyanto, S., H. Wijaya, dan D. Soerojo. 2016. Selling Yourself : Menang Bersaing di Era MEA. PT Mizan Pustaka. Bandung.
Seng, A. W. 2007. Rahasia Bisnis Orang Jepang. PT Mizan Publika. Jakarta.
Suhartono, E. dan A. Setijadi. 2010. Technopreneurship : Strategi Penting dalam Bisnis Berbasis Teknologi. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Timothy, J. 2010. Membangun Bisnis Online. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Wirabrata, A. 2016. Prospek Ekonomi Digital bagi Pertumbuhan Ekonomi. Majalah Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik Vol. 8 No. 17 : 13-16.
Share on Google Plus

About Unknown

Aku hanya seorang biasa. Tapi punya rasa. Dibilang biasa juga gak papa. Yang penting bermanfaat buat semua

0 komentar :

Post a Comment