Jika
beberapa agama melarang pemuka agama tersebut untuk menikah dengan alasan agar
kekhusyukan ibadah tidak terganggu dan bertujuan agar padanya menempel gelar
sebagai manusia mulia, dalam Islam justru sebaliknya. Orang yang paling mulia
yakni Rasulullah saw justru menganjurkan ummatnya agar menikah. Sungguh kita
patut bersyukur dengan keimanan dan ke-Islaman kita , karena Islam adalah agama
yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Seluruh makhluk hidup, tak hanya
manusia, tapi juga binatang bahkan tumbuhan, memiliki dorongan untuk
berproduksi. Karenanya, sungguh terlalu jika sampai melarang manusia untuk menikah dan
berhubungan seksual, sementara Allah-lah
yang menganugerahkan naluri itu.
Al
–Allamah Ad-Dimyati dalam I’anah ath-Thalibin mengatakan, lidah seorang istri
itu dapat mengundang kenikmatan dengan mengisap dan menyentuhnya. Sebagaimana
riwayat sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai lidah
Aisyah yang beliau isap. Mengisap lidah, saling menggigit (dengan lembut),
menjilay dan sentuhan-sebtuhan lembut memang menambah volume gelora syahwat,
khusunya ketika bersetubuh (jima’).
Nikmatnya (Pahala) Bersetubuh
dengan Istri
Pasangan
suami istri, mendapatkan pahala atas hubungan intim yang kalian lakukan apabila
kalian meluruskan niat kalian. Dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Dan
di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya
dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya- Maka mereka (Sahabat)
berkata:”Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi
keluarganya (menunaikan syahwatnya/jima’) dan dia mendapatkan pahala?” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berabda:”Bukankah apabila dia
menunaikannya (jima’) di tempat yang haram dia akan mendapatkan dosa?” Maka
demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat yang halal (istrinya) maka
dia akan mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)
Maka
sungguh luar biasa keutamaan ini, kita bisa menunaikan hajat biologis kita sekaligus
mendapatkan nikmat pahala.
ForePlay dalam Islam
Cumbu
rayu dan pemanasan (ForePlay) adalah salah satu adab yang hendaknya
diperhatikan. Banyak sekali para suami yang tidak memperhatikan masalah ini,
yang terpenting bagi mereka hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat mereka saja
dan mereka lupa bahwa rayuan dan pemansan (ForePlay) sebelum jima’ memiliki
pengaruh yang besar dalam membangkitkan syahwat istri dan meningkatkan
keingannya untuk berhubungan intim supaya dia (istri) benar-benar siap untuk
jima’ dan berbagi kenikmatan jima’ dengan suaminya. Adapun apabila sang suami
langsung berjima’ tanpa melakukan ForePlay, bisa jadi dia telah selesai
menunaikan syahwatnya sedangkan istrinya belum sampai pada puncak kenikmatan
atau belum mendapatkannya.
Dan
termasuk bentuk cumbu rayu adalah berciuman, memainkan dada (payudara), dan
bersentuhan kulit dengan kulit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu
mencium istrinya sebelum jima’. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda:
”Kenapa tidak gadis (yang engkau
nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia mencumbumu?” (HR. Biukhari dan
Muslim) dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu?”
Untuk
mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui
dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing.
Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami
istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang
maksimal saat berjima’.
Selain
itu harus ada kain yang menutupi ketika berjima’. Sekalipun suami istri sudah
halal baik melihat dan bahkan bertelanjang bulat, namun Nabi saw menganjurkan
ditengah ketelanjangan itu hendaknya ditutupi oleh kain (selimut).
“Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami
bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan
penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar “ (HR Ibnu Majah).
Selesai
berhubungan mencuci kemaluan dan berwudhu (dahulu) jika ingin mengulanginya
lagi. Dari semua itu kita harus keyakinan bahwa berjima antara suami istri
merupakan bentuk ibadah! Allohu A’lam
Sumber
:
https://salafiyunpad.wordpress.com/2011/02/24/adab-berhubungan-intim-agar-kenikmatannya-berpahala/
http://www.suara-islam.com/read/index/8302/Romantisme-Berpahala--Sudahkah-Sesuai-Sunnah-
https://ghazi01.wordpress.com/2012/12/11/foreplay-mulaabah-saat-mau-berhubungan/
0 komentar :
Post a Comment